Rabu, 5 Jun 2013

BML3012 – SEJARAH BAHASA MELAYU BAHAGIAN A (ESEI ILMIAH) (b) Berdasarkan kajian terhadap suku bangsa atau etnik yang dikaji, beri contoh-contoh kata, ayat, bahan sastera, objek budaya atau apa sahaja yang sesuai untuk membuktikan hubungan kekerabatan dengan bahasa, kesusasteraan dan kebudayaan Melayu.



BML 3113 : SEJARAH BAHASA,KESUSASTERAAN DAN KEBUDAYAAN MELAYU
TAJUK

BIL
PERKARA
CATATAN
1.0
ABSTRAK

2.0
HUBUNGAN KEKERABATAN DENGAN BAHASA DAN KEBUDAYAAN MELAYU.

3.0
HUBUNGAN MASYARAKAT ( Masyarakat nan “Sakato”)

4.0
 HUBUNGAN AHSIAH DAN KEPERIBADIAN.

5.0
KESIMPULAN

6.0
RUJUKAN



1.0       ABSTRAK
Keturunan Minangkabau antara etnik di dunia yang terkenal dengan adatnya. Secara peribadi saya dapati, adat sangat penting dalam kehidupan masyarakat Minang. Oleh karena itu dalam petatah Minangkabau diungkapkan, hiduik dikanduang adat. Secara warisan, ada empat tingkatan adat di Minangkabau.
1.1       Adat Nan Sabana Adat
1.1.1    Adat nan sabana adat adalah kenyataan yang berlaku tetap di alam, tidak pernah berubah oleh keadaan tempat dan waktu. Kenyataan itu mengandung nilai-nilai, norma, dan hukum. Di dalam ungkapan Minangkabau dinyatakan sebagai adat nan indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan, diasak indak layua, dibubuik indak mati; atau adat babuhua mati.
1.2       Adat nan sabana adat bersumber dari alam. Pada hakikatnya, adat ini ialah kelaziman yang terjadi dengan kehendak Allah. Oleh karena itu, adat Minangkabau tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal itu melahirkan konsep dasar pelaksanaan adat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, yakni adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah dan syarak mangato, adat mamakai. Dari konsep itu lahir pulalah falsafah dasar orang Minangkabau yakni alam takambang jadi guru.
1.3       Adat nan sabana adat menempati kedudukan tertinggi dari empat jenis adat di Minangkabau. Ia berfungsi sebagai landasan utama dari norma, hukum, dan aturan-aturan masyarakat Minangkabau. Semua hukum adat, ketentuan adat, norma kemasyarakatan, dan peraturan-peraturan yang berlaku di Minangkabau bersumber dari adat nan sabana adat.
1.2       Adat Nan Diadatkan
1.2.1    Adat nan diadatkan adalah adat buatan yang direncanakan, dirancang, dan disusun oleh nenek moyang orang Minangkabau untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Aturan yang berupa adat nan diadatkan disampaikan dalam petatah dan petitih, mamangan, pantun, dan ungkapan bahasa yang berkias.
1.2.2    Orang Minangkabau mempercayai dua orang tokoh sebagai perancang, perencana, dan penyusun adat nan diadatkan, yaitu Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan Datuak Katumangguangan. Inti dari adat nan diadatkan yang dirancang Datuak Parpatiah Nan Sabatang ialah demokrasi, berdaulat kepada rakyat, dan mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Sedangkan adat yang disusun Datuak Katumangguangan intinya melaksanakan pemerintahan yang berdaulat ke atas, otokrasi namun tidak sewenang-wenang.
1.2.3    Kedua konsep adat itu dilihat secera asasnya adalah berlawanan. Namun dalam pelaksanaannya kedua konsep itu bertemu, membaur, dan saling mengisi. Gabungan keduanya melahirkan demokrasi yang khas di Minangkabau. Diungkapkan dalam ajaran Minangkabau adalah sebagai berikut:
Bajanjang naiak, batanggo turun.
Naiak dari janjang nan di bawah, turun dari tanggo nan di ateh.
Titiak dari langik, tabasuik dari bumi.
Penggabungan kedua sistem ini ibarat hubungan legislatif dan eksekutif di sistem pemerintahan saat ini.
1.3       Adat Nan Taradat
1.3.1    Adat nan taradat adalah ketentuan adat yang disusun di nagari untuk melaksanakan adat nan sabana adat dan adat nan diadatkan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan nagarinya. Adat ini disusun oleh para tokoh dan pemuka masyarakat nagari melalui musyawarah dan mufakat.
1.3.2    Dari pengertian itu lahirlah istilah adat salingkuang nagari. Adat nan taradat disebut juga adat babuhua sentak, artinya dapat diperbaiki, diubah, dan diganti. Fungsi utamanya sebagai peraturan pelaksanaan dari adat Minangkabau. Contoh penerapannya antara lain dalam upacara batagak pangulu, turun mandi, sunat rasul, dan perkawinan.
1.4       Adat Istiadat
1.4.1    Adat istiadat merupakan aturan adat yang dibuat dengan mufakat niniak mamak dalam suatu nagari. Peraturan ini menampung segala kemauan anak nagari yang sesuai menurut alua jo patuik, patuik jo mungkin. Aspirasi yang disalurkan ke dalam adat istiadat ialah aspirasi yang sesuai dengan adat jo limbago, manuruik barih jo balabeh, manuruik ukuran cupak jo gantang, manuruik alua jo patuik.
1.4.2    Ada dua proses terbentuknya adat istiadat. Pertama, berdasarkan usul dari anak nagari, anak kemenakan, dan masyarakat setempat. Kedua, berdasarkan fenomena atau gejala yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Ini diungkapkan dalam seperti:
Tumbuah bak padi digaro, tumbuah bak bijo disiang.
Elok dipakai, buruak dibuang.
Elok dipakai jo mufakat, buruak dibuang jo rundiangan.
Adat istiadat umumnya berbentuk kesenangan atau hobi melibatkan seperti kesenian dan riadah.

2.0       HUBUNGAN KEKERABATAN DENGAN BAHASA DAN KEBUDAYAAN MELAYU.
2.1       UNSUR NILAI MURNI DALAM PERLAKSANAAN ADAT MINANGKABAU.
2.1.1    Nilai nilai dasar yang universal adalah masalah hidup yang menentukan orientasi nilai budaya suatu masyarakat, yang terdiri dari hakikat hidup, hakikat kerja, hakikat kehidupan manusia dalam ruang waktu, hakikat hubungan manusia dengan alam, dan hakikat hubungan manusia dengan manusia.
Sebuah nilai adalah sebuah konsepsi , eksplisit atau implisit yang menjadi milik khusus seorang atau ciri khusus suatu kesatuan sosial (masyarakat) menyangkut sesuatu yang diingini bersama (karena berharga) yang mempengaruhi pemilihan sebagai cara, alat dan tujuan sebuah tindakan.
2.2.      HUBUNGAN BERKAITAN SUMBER PENDAPATAN.
2.2.1    makna hidup asas bagi orang Minangkabau adalah berjasa kepada kerabat dan masyarakatnya, kerja merupakan kegiatan yang sangat dihargai. Kerja merupakan suatu yang harus. Kerjalah yang dapat membuat orang sanggup meninggalkan pusaka bagi anak keturunannya. Dengan hasil kerja dapat dihindarkan “Hilang rano dek panyakik, hilang bangso indak barameh”(hilang warna karena penyakit, hilang bangsa kerana tidak beremas). Artinya harga diri seseorang akan hilang karena miskin, oleh sebab itu bekerja keras salah satu cara untuk menghindarkannya.
2.2.2    Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi dirinya atau keluarganya. Banyaknya seremonial adat itu seperti perkawinan membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras sangat diutamakan. Orang Minangkabau disuruh untuk bekerja keras, sebagaimana yang diungkapkan juga oleh risalah adat  iaitu
Kayu hutan bukan andaleh Kayu hutan bukan andalas
Elok dibuek ka lamari Elok dibuat untuk lemari
Tahan hujan barani bapaneh Tahan hujan berani berpanas
Baitu urang mancari rasaki Begitu orang mencari rezeki
2.2.3    Anak-anak muda yang punya tanggungjawab di kampung disuruh merantau. Mereka pergi merantau untuk mencari apa-apa yang mungkin dapat disumbangkan kepada kerabat dikampung, baik materi maupun ilmu. Misi budaya ini telah menyebabkan orang Minangkabau terkenal dirantau sebagai makhluk ekonomi yang elit..
2.2.4    Etika kerja keras yang sudah merupakan nilai dasar bagi orang Minangkabau ditingkatkan lagi oleh pandangan ajaran Islam.
2.3       HUBUNGAN  BERKAITAN TIKA HIDUP.
2.3.1    Tujuan hidup bagi orang Minangkabau adalah untuk berbuat jasa. Kata pusaka orang Minangkabau mengatakan bahwa “hiduik bajaso, mati bapusako”. Jadi orang Minangkabau memberikan arti dan harga yang tinggi terhadap hidup. Untuk analogi terhadap alam, maka pribahasa yang dikemukakan adalah :
Gajah mati maninggakan gadieng
Harimau mati maninggakan baling
Manusia mati maninggakan namo
2.3.2    Maka dapat jelaskan bahawa orang Minangkabau itu hidupnya jangan seperti hidup hewan yang tidak memikirkan generasi selanjutnya, dengan segala yang akan ditinggalkan setelah mati. Oleh Kerena itu orang Minangkabau bekerja keras untuk dapat meninggalkan sesuatu bagi anak dan masyarakatnya. Mempusakakan bukan maksudnya hanya unsur material saja, tetapi juga nilai-nilai adatnya. Oleh karena itu semasa hidup bukan hanya kuat mencari material tetapi juga kuat menunjuk mengajari anak kemenakan sesuai dengan norma-norma adat yang berlaku.
Ungkapan adat juga mengatakan;
“Pulai batingkek naiek maninggakan rueh jo buku,
manusia batingkek turun maninggakan namo jo pusako”.
2.3.3    Kekayaan material membolehkan segala sesuatu dapat dilaksanakan, sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi dirinya ataupun keluarganya. Nilai hidup yang baik dan tinggi telah menjadi pendorong bagi orang Minangkabau untuk selalu berusaha, berprestasi, dinamik dan kreatif.
2.4       HUBUNGAN BERKAITAN WAKTU DAN MASA
2.4.1    Bagi orang Minangkabau waktu berharga merupakan pandangan hidup orang Minangkabau. Orang Minangkabau harus memikirkan masa depannya dan apa yang akan ditinggalkannya serta bekal apa yang dibawa sesudah mati. Mereka dinasihatkan untuk selalu menggunakan waktu untuk sesuatu yang bermakna, sebagaimana dikatakan pepatah;
a. “Duduak marauik ranjau, tagak maninjau jarah”. (Peredaran waktu, masa lalu, masa sekarang, dan yang akan datang merupakan ruang waktu yang harus menjadi perhatian bagi orang Minangkabau)
b. Maliek contoh ka nan sudah. (Bila masa lalu tak menggembirakan, maka individu terlibat akan berusaha  memperbaikinya).
c. Duduk meraut ranjau, tegak meninjau jarah. (Ini merupakan manifestasi untuk mengisi waktu dengan sebaik-baiknya pada masa sekarang)
d. Membangkit batang terandam. (Ini  merupakan refleksi dari masa lalu sebagai pedoman untuk berbuat pada masa sekarang.)
e. Mengutamakan masa depan juga dapat dilihat dalam adat risalah iaitu “bakulimek sabalun habih, sadiokan payuang sabalun hujan”.
2.5       HUBUNGAN BERKAITAN PENGHAYATAN DAN PENGHARGAAN TERHADAP ALAM.
2.5.1    Alam Minangkabau yang indah, bergunung-gunung, berlembah, berlaut dan berdanau, kaya dengan flora dan fauna telah memberi inspirasi kepada masyarakatnya. Sememangnya adat , pepatah, petitih, ungkapan-ungkapan adatnya tidak terlepas daripada unsur penghayatan alam.
2.5.2    Alam mempunyai kedudukan dan pengaruh penting dalam adat Minangkabau, ternyata dari fatwa adat sendiri yang menyatakan bahwa alam hendaklah dijadikan elemen pemerhatian sebagai mendidik diri.
2.5.3    'Adat nan sabana adat" adalah bermaksud budaya yang tidak lapuk kerana hujan dan tak lekang kerana panas biasanya disebut cupak usali, yaitu ketentuan-ketentuan alam atau hukum alam, atau kebenarannya yang datang dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu adat Minangkabau falsafahnya berdasarkan kepada ketentuan-ketentuan dalam alam.
2.6       HUBUNGAN TERHADAP SESAMA  INSAN.
2.6.1    Dalam hidup bermasyarakat, orang Minangkabau menjunjung tinggi nilai saksama. Nilai ini menyatakan mereka dengan ungkapan “Duduak samo randah, tagak samo tinggi”.
2.6.1    Masyarakat Minangkabau sangat menjunjung tinggi majlis musyawarah dan mufakat. Hasil mufakat merupakan organisasi yang tertinggi.
2.6.2    Kekuasaan yang tertinggi menurut orang Minangkabau bersifat abstrak, yaitu nan bana (kebenaran). Kebenaran itu harus dicari melalui musyawarah yang dibimbing oleh alur, patut dan mungkin. Penggunaan akal sehat diperlukan oleh orang Minangkabau dan sangat menilai tinggi manusia yang menggunakan akal.
2.6.3    Nilai-nilai yang dibawa Islam mengutamakan akal bagi orang muslim, dan Islam melengkapi penggunaan akal dengan bimbingan iman. Dengan sumber nilai yang bersifat manusiawi disempurnakan dengan nilai yang diturunkan dalam wahyu menyempurnakan lagi kehidupan bermasyarakat orang Minangkabau.
2.6.4    Menurut adat, pandangan terhadap diri peribadi seseorang terhadap yang lainnya hendaklah sama walaupun seseorang itu mempunyai fungsi dan peranan yang saling berbeza.
Nan buto pahambuih lasuang, nan pakak palapeh badie, nan lumpuah paunyi rumah, nan kuek pambaok baban, nan binguang kadisuruah-suruah, nan cadiak lawan barundiang”.
2.6.5    Ini bermaksud hanya fungsi dan peranan seseorang itu berbeda dengan yang lain, tetapi sebagai manusia setiap orang itu hendaklah dihargai kerana semuanya saling memerlukan. Elemen ini diujarkan lagi dengan kata :
a. nan tuo dihormati,
b. samo gadang baok bakawan,
c. nan ketek disayangi”.
2.6.6    Kedatangan agama Islam di ranah Minang membuat konsep pandangan terhadap sesama lebih dipertegas lagi. Nilai etika yang dijunjung tinggi oleh orang Minangkabau mendorong mereka untuk mempunyai harga diri yang tinggi. Nilai kolektif yang didasarkan pada struktur sosial yang menekankan tanggungjawab yang luas seperti dari kaum sampai kemasyarakatan, menyebabkan seseorang merasa malu kalau tidak berhasil menyumbangkan sesuatu kepada kerabat dan masyarakatnya. Interaksi antara harga diri dan tuntutan sosial ini telah menyebabkan orang Minangkabau untuk selalu bersifat dinamis.
3.0       ELEMEN MENGEKALKAN KEAMANAN.
3.1       TUJUAN KEAMANAN
3.1.1    konsep-konsep hidup dan kehidupan itu,kita juga dapat memastikan tujuan hidup yang ingin dicapai oleh nenek-moyang kita. Berikut adalah tujuan hidup orang Minangkabau:
Bumi Sanang Padi Manjadi
Taranak Bakambang biak
3.1.2    Rumusan menurut adat Minang ini, menjelaskan masyarakat yang aman damai makmur ceria dan berkah,seperti diidamkan oleh ajaran Islam yang menekankan suatu masyarakat yang aman damai dan selalu dalam naungan ampunan Tuhan.
3.1.2    Kerukunan dan kedamaian dalam lingkungan kekerabatan, barulah mungkin diupayakan kehidupan yang lebih makmur.
3.2       HUBUNGAN MASYARAKAT ( Masyarakat nan “Sakato”)
3.2.1    Menurut ketentuan adat Minang, tujuan itu akan dapat dicapai bila dapat disiapkan prasarana dan sarana yang tepat. Kalau tujuan akan dicapai sudah jelas, yaitu suatu masyarakat yang aman damai makmur dan berkah.
3.2.2    Maka kini tinggal bagaimana cara yang perlu ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Kondisi yang bagaimana yang harus diciptakan. Masyarakat yang berkualitidapat membentuk suatu masyarakat yang akan diandalkan sebagai sarana (wadah) yang akan membawa kepada tujuan yang diidam-idamkan yaitu suatu masyarakat yang aman damai makmur dan berkah. Corak masyarakat idaman menurut kaca mata adat Minang adalah masyarakat nan “sakato”.
3.2.3    Terdapat 4 unsur yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat untuk dapat membentuk masyarakat nan sakato. Sakato berertinya sekata-sependapat-semufakat.
3.2.4    Ungkapan Saiyo Sakato menjelaskan bahawa menghadapi suatu masalah atau pekerjaan, akan selalu terdapat perbezaan pandangan dan pendirian antara orang satu dengan yang lain sesuai dengan yang lain dengan pepatah;  “kapalo samo hitam, pikiran ba lain-lain”. Perbezaan pendapat semacam ini adalah sangat lumrah dan sangat demokratis. Namun kalau dibiarkan berlanjut.
3.2.5    Adat Minang sangat menjunjung persatuan dan kesatuan dalam masyarakat Minang. Orang Minang yakin tanpa persatuan dan kesatuan itu akan menjauhkan mereka dari tujuan masyarakat yang ingin dicapai.
3.2.6    Mereka memahami pula dalam hidup berkelompok dalam masyarakat akan selalu terdapat sengketa. Adat Minang akan selalu mencoba memelihara komunikasi dan kemungkinan berdialog. Orang Minang menganggap penyelesaian masalah diluar musyawarah adalah buruk. Dalam mencapai kata sepakat kadangkala bukanlah hal yang mudah. Karena itu memerlukan kesabaran dan ketabahan.
3.2.5    Ungkapan Sahino Samalu menjelaskan bahawa kehidupan kelompok sesuku sangat erat. Hubungan individu sesama anggota kelompok kaum sangat dekat. Mereka bagaikan suatu kesatuan. Jarak antara “kau dan aku” menjadi hampir tidak ada. Istilah “awak” menggambarkan kedekatan ini. Kalau urusan yang rumit diselesaikan dengan cara “awak samo awak”, semuanya akan menjadi mudah. Kedekatan hubungan dalam kelompok suku ini, menjadikan harga diri individu melebur menjadi satu menjadi harga diri kelompok suku. Kalau seseorang anggota suku diremehkan dalam pergaulan, seluruh anggota suku merasa tersinggung. Begitu juga bila suatu suku dipermalukan maka seluruh anggota suku itu akan serentak membela nama baik sukunya.
3.2.6    Ungkapan  Anggo Tanggo adalah menjelaskan lemen pergaulan yang tertib serta disiplin dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa setiap anggota masyarakat dituntut untuk mematuhi aturan dan undang-undang, serta mengindahkan pedoman dan petunjuk yang diberikan penguasa adat. Dalam pergaulan hidup akan selalu ada kesalahan dan kekhilafan. Kesalahan dan kekhilafan itu harus diselesaikan sesuai aturan agar ketertiban dan ketenteraman.
 3.2.7   Ungkapan Sapikua Sajinjiang melambangkan elemen semua tugas menjadi tanggungjawab bersama. Sifat gotong royong menjadi keharusan. Saling membantu dan menunjang merupakan kewajiban. Yang berat sama dipikul yang ringan sama dijinjing. Kehidupan antara anggota kaum, bagaikan aur dengan tebing, saling bantu membantu, saling dukung mendukung. Dengan masyarakat nan sakato ini diharapkan akan dapat dicapai tujuan hidup dan kehidupan orang Minang sesuai konsep yang diciptakan nenek moyang orang Minang. Ini diungkapkan seperti:
Bumi Sanang Padi Manjadi
Padi Masak Jaguang Maupiah
Anak Buah Sanang Santoso
Taranak Bakambang
Biak
Bapak Kayo Mande Batuah
Mamak Disambah Urang Pulo.

4.0       HUBUNGAN AHSIAH DAN KEPERIBADIAN.
4.1       Salah satu tujuan adat pada umumnya, adat Minang pada khususnya adalah membentuk individu yang berbudi luhur, manusia yang berbudaya, manusia yang beradab. Manusia-manusia yang beradab itu diharapkan akan melahirkan suatu masyarakat yang aman dan damai, sehingga memungkinkan suatu kehidupan yang sejahtera dan bahagia, dunia dan akhirat. Untuk mencapai masyarakat yang demikian, diperlukan manusia-manusia dengan sifat-sifat dan watak tertentu. Sifat-sifat yang ideal itu menurut adat Minang antaranya sebagai berikut :
4.2       Ungkapan Hiduik Baraka, baukua jo bajangko membawa pengertian; hidup berpikir, berukur dan berjangka. Kehidupan orang Minang dituntut untuk selalu berfikir menggunakan akalnya. Berukur dan berjangka artinya harus mempunyai rencana yang jelas dan perkiraan yang tepat. Kelebihan manusia dari binatang adalah tiga alat vital yang mempunyai kekuatan besar bila dipakai secara tepat dalam menjalankan hidupnya. Ketiga alat tersebut adalah otak, otot dan hati.
4.2.1    Dengan mempergunakan akal pikiran dengan baik, manusia antara lain akan selalu waspada dalam hidup, seperti dalam pepatah berikut :
Dalam mulo akhia mambayang;     ( Dalam awal akhir terbayang)
Dalam baiak kanalah buruak ;         (Dalam baik ingatlah buruk)
Dalam galak tangieh kok tibo;          (Dalam tawa tangis menghadang)
Hati gadang hutang kok tumbuah; (Hati riang hutang tumbuh.)
4.2.2    Dengan berpikir jauh kedepan kita dapat meramalkan apa yang bakal terjadi, sehingga tetap selalu waspada;
Alun rabah lah ka ujuang;        (Belum rebah sudah keujung)
Alun pai lah babaliak;                (Belum pergi sudah kembali)
Alun di bali lah bajua;                (Belum dibeli sudah dijual)
Alun dimakan lah taraso;         (Belum dimakan sudah terasa)
4.2.3    Did alam merencanakan sesuatu pekerjaan, dipikirkan lebih dahulu sematang-matangnya dan secermat-cermatnya.
Dihawai sahabih raso;           (Diraba sehabis rasa)
Dikaruak sahabih gauang;   (Dijarah sehabis lobang)
4.2.4    Dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan, perlu dilakukan sesuai dengan urutan prosedur yang sudah direncangkan, seperti kata pepatah :
Mangaji dari alif Mengaji dari alif
Babilang dari aso Berhitung dari satu
4.2.5    Dalam melakukan sesuatu, haruslah mempunyai alasan yang masuk akal dan bisa dipertanggungjawabkan.
Mancancang balandasan Mencencang berlandasan
Malompek basitumpu Melompat bersitumpu
4.2.6    Dalam melaksanakan suatu tugas bersama, atau dalam suatu organisasi kita tak mungkin berjalan sendiri-sendiri. Salah satu kelemahan orang Minang adalah kebanyakan mereka menderita penyakit “Excessive Individualisme“, penyakit susah diatur, merasa lebih super dari orang lain..
4.2.7    Elemen ini menjelaskan bagaimana cara yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu. Nenek moyang kita ribuan tahun yang lalu sudah tahu apa yang ingin dicapainya dalam hidup ini, dan sudah tahu pula cara apa yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu. Hayati  pepatah berikut :
Nak kayo kuek mancari;         (Ingin kaya, bekerja keraslah)
Nak tuah bertabur urai;         (Ingin tuah, bertabur hartalah)
Nak mulie tapeki janji;            (Ingin mulia, tepati janji)
Nak namo tinggakan jaso;     (Ingin nama, berjasalah)
Nak pandai kuek baraja;         (Ingin pandai, rajinlah belajar)
4.2.8    Orang Minang yakin bahwa “perencanaan yang matang” adalah salah satu unsur yang sangat penting untuk terlaksananya suatu pekerjaan. Pepatah berikut meyakini kita akan kebenarannya :
a. Balabieh ancak-ancak Berlebihan berarti ria
Bakurang sio-sio Kalau kurang sia-sia
b. Diagak mangko diagieh Dihitung dulu baru dibagi
Dibaliek mangko dibalah Dibalik dulu baru dibelah
c. Bayang-bayang sepanjang badan Bayang-bayang sepanjang badan
d. (Beban jangan lebih dari kemampuan)
e. Nan babarieh nan dipahek Yang dibaris yang dipahat
Nan baukue nan dikabuang Yang diukur yang dipotong
f. Jalan nan luruih nan ditampuah Jalan lurus yang ditempuh
Labuah pasa nan dituruik Jalan yang lazim yang dituruti
g. Di garieh makanan pahat Digaris makanan pahat
Di aie lapehkan tubo Di air lepaskan racun
h. Tantang sakik lakek ubek Ditempat yang sakit diberi obat
Luruih manantang barieh adat Lurus menentang baris adat
4.3       Ungkapan Baso basi – malu jo sopan menjelaskan bahawa adat Minang mengutamakan sopan santun dalam pergaulan. Budi pekerti yang tinggi menjadi salah satu ukuran martabat seseorang. Etika menjadi salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap individu Minang. Adat Minang menyebutkan sebagai berikut :
Nan kuriak iyolah kundi;          Yang burik ialah kundi
Nan merah iyolah sago;           Yang merah ialah sega
Nan baiak iyolah budi;              Yang baik ialah budi
Nan indah iyolah baso;             Yang indah ialah basa (basi)
Kuek rumah dek sandi;              Kuatnya rumah karena sendi
Rusak sandi rumah binaso;     Rusak sendi rumah binasa
Kuek bangso karano budi; Kuatnya bangsa karena budi
Rusak budi bangso binaso;      Rusak budi bangsa binasa
4.3.1    Adat Minang mengatur dengan jelas tata kesopanan dalam pergaulan. Kita tinggal mengamalkannya. Pepatah menyebutkan sebagai berikut:
 Nan tuo dihormati;                          Yang tua dihormati
Nan ketek disayangi;                      Yang kecil disayangi
Samo gadang bawo bakawan;   Sama besar bawa berkawan
Ibu jo bapak diutamakan;             Ibu dan ayah diutamakan
 4.3..2  Budi pekerti adalah salah satu sifat yang dinilai tinggi oleh adat Minang. Begitu pula rasa malu dan sopan santun, termasuk sifat-sifat yang diwajibkan dipunyai oleh orang-orang Minang. Pepatah Minang memperingatkan :
a. Dek ribuik rabahlah padi
b. Di cupak Datuak Tumangguang
c. Rarak kaliki dek binalu
d. Tumbuah sarumpun ditapi tabek
e. Hiduik kok tak babudi
f. Duduak tagak kamari cangguang
g. Kalau habih raso jo malu
h. Bak kayu lungga pangabek
i. Karena ribut rebahlah padi
j. Di cupak Datuk Tumenggung
k. Gugur Keliki karena benalu
l. Tumbuh serumpun di tepi tebat
m. Hidup kalau tak berbudi
n. Duduk berdiri serba canggung
o. Kalau habis rasa dan malu
p. Bagaikan kayu longgar pengikat.
4.3.3    Kehidupan yang aman dan damai, menjadi idaman Adat Minang dengan menghindari kemungkinan timbulnya perselisihan dalam pergaulan. Budi pekerti yang baik, sopan santun (basa basi) dalam pergaulan sehari-hari diyakini akan menjauhkan kita dari kemungkinan timbulnya sengketa. Budi perkerti yang baik akan selalu dikenang orang, kendatipun sudah putih tulang di dalam tanah. Pepatah menyebutkan sebagai:
a. Pucuak pauah sadang tajelo
b. Panjuluak bungo linggundi
c. Nak jauah silang sangketo
d. Pahaluih baso jo basi
e. Pulau pandan jauah ditangah
f. Dibaliak pulau angso duo
g. Hancua badan di kanduang tanah
h. Budi baiak takana juo
i. Nak urang koto ilalang
j. Nak lalu ka pakan baso
k. Malu jo sopan kok lah ilang
l. Habihlah raso jo pareso
m. Pucuk pauh sedang terjela
n. Penjuluk bunga linggundi
o. Supaya jauh silang sengketa
p. Perhalus basa basi (budi pekerti)
q. Pulau pandan jauh di tengah
r. Dibalik pulau angsa dua
s. Hancur badan dikandung tanah
t. Budi baik terkenang juga
u. Anak orang koto Hilalang
v. Mau lewat ke pekan Baso
w. Malu dan sopan kalau sudah hilang
x. Habislah rasa dan periksa
4.4       Ungkapan Tenggang raso menjelaskan bahawa perasaan manusia halus dan sangat peka. Tersinggung sedikit dia akan terluka  dan pedih. Pergaulan yang baik, adalah pergaulan yang dapat menjaga perasaan orang lain. Tenggang raso salah satu sifat yang dianjurkan adat. Pepatah memperingatkan sebagai berikut :
a. Bajalan paliharo kaki
b. Bakato paliharo lidah
c. Kaki tataruang inai padahannyo
d. Lidah tataruang ameh padahannyo
e. Bajalan salangkah madok suruik
f. Kato sapatah dipikian
g. Berjalan pelihara kaki
h. Berkata pelihara lidah
i. Lidah tertarung emas imbuhannya
j. Berjalan selangkah, lihat kebelakang
k. Kata sepatah dipikirkan
l.  Nan elok dek awak katuju dek urang
Lamak dek awak lamak dek urang
Sakik dek awak sakik dek urang
Bermaksud
Yang baik menurut kita, harus juga disukai orang lain
Yang enak menurut kita, harus juga enak menurut orang
Kalau sakit bagi kita, sakit pula bagi orang

4.5       Ungkapan Setia menjelaskan maksud bahawa teguh hati, merasa senasib dan menyatu dalam lingkungan kekerabatan. Sifat ini menjadi sumber dari lahirnya sifat setia kawan, cinta kampung halaman, cinta tanah air, dan cinta bangsa. Dari sini pula berawal sikap saling membantu, saling membela dan saling berkorban untuk sesama. Pepatah menyebutkan sbb:
a. Malompek samo patah
b. Manyarunduak samo bungkuak
c. Tatungkuik samo makan tanah
d. Tatalantang samo minun aia
e. Tarandam samo basah
f. Rasok aia pulang ka aia
g. Rasok minyak pulang ka minyak
h. Melompat sama patah
i. Menyerunduk sama bungkuk
j. Tertelungkup sama makan tanah
k. Tertelantang sama minun air
l. Terendam sama basah
m. Resapan air kembali ke air
n. Resapan minyak kembali ke minyak
4.5.1    Bila terjadi suatu konflik, dan orang Minang terpaksa harus memilih, maka orang Minang akan memihak pada dunsanaknya. Dalam kondisi semacam ini, orang Minang sama fanatiknya dengan orang Inggris. Right or wrong is my country. Kendatipun orang Minang “barajo ka nan bana”, dalam situasi harus memihak seperti ini, orang Minang akan melepaskan prinsip. Pepatah adat mengajarkan dengan ungkapan :
· Adat badunsanak, dunsanak patahankan.
· Adat bakampuang, kampuang patahankan.
· Adat banagari, nagari patahankan.
· Adat babangso, bangso patahankan.
Yang bermakna :
· Adat bersaudara, saudara dipertahankan
· Adat berkampung, kampung dipertahankan
· Adat bernegeri, negeri dipertahankan
· Adat berbangsa, bangsa dipertahankan
· Parang ba suku samo dilipek
· Parang samun samo dihadapi
Juga membawa pengertian;
· Perang antar suku sama disimpan
· Perang terhadap penjahat sama dihadapi

4.6       Elemen  Adil.
 4.6.1   Adil maksudnya mengambil langkah sikap yang tidak berat sebelah, dan berpegang teguh pada kebenaran. Bersikap adil semacam ini, sangat sulit dilaksanakan bila berhadapan dengan keluarga sendiri. Satu dan lain hal karena adanya pepatah adat yang lain yang berbunyi “Adat dunsanak, dunsanak dipatahankan”. Adat Minang menyebutnya seperti:
 Maukua samo panjang.
 Tibo dimato indak dipiciangkan.
 Tibo diparuik indak dikampihkan.
 Tibo didado indak dibusuangkan.
a.  Mandapek samo balabo.
b. Kahilangan samo marugi.
c. Maukua samo panjang.
d. Mambilai samo laweh.
e. Baragiah samo banyak.
f. Bakati samo barek.
g. Gadang kayu gadang bahannyo.
h. Kecil kayu kecil bahannya (andilnya)
i. Nan ado samo dimakan.
j. Nan indak samo dicari.
k. Hati gajah samo dilapah.
l. Hati tungau samo dicacah.
m. Gadang agiah baumpuak.
n. Ketek agiah bacacah.
 (Kata-kata “dimata,diperut, didada dalam hal ini artinya bila masalah itu berkaitan keluarga kita sendiri).
4.7       Elemen  berjimat cermat melibatkan malhluk ciptaan Illahi. Maka pepatah adat menyebutkannya sebagai:
4.7.1 berkaitan manusia
a. Nan buto pahambuih saluang
b. Nan pakak palapeh badia
c. Nan patah pangajuik ayam
d. Nan lumpuah paunyi rumah
e. Nan binguang kadisuruah-suruah
f. Nan buruak palawan karajo
g. Nan kuek paangkuik baban
h. Nan tinggi jadi panjuluak
i. Nan randah panyaruduak
j. Nan pandai tampek batanyo
k. Nan cadiak bakeh baiyo
l. Nan kayo tampek batenggang
m. Nan rancak palawan dunia
 4.7.2   Berkaitan elemen pengunaan tanah:
a. Nan lereng tanami padi
b. Nan tunggang tanami bambu
c. Nan gurun jadikan parak
d. Nan bancah jadikan sawah
e. Nan padek ka parumahan
f. Nan munggu jadikan pandam
g. Nan gauang ka tabek ikan
h. Nan padang tampek gubalo
i. Nan lacah kubangan kabau
j. Nan rawan ranangan itiak
4.7.3    berkaitan elemen pengunaan kayu
a. Nan kuek ka tunggak tuo
b. Nan luruih ka rasuak paran
c. Nan lantiak ka bubungan
d. Nan bungkuak ka tangkai bajak
e. Nan ketek ka tangkai sapu
f. Nan satampok ka papan tuai
g. Rantiangnyo ka pasak suntiang
Abunyo pamupuak padi
4.8       Elemen sentiasa berwaspada menjelaskan bahawa sifat yang dianjurkan adat Minang seperti berikut:
· Maminteh sabalun anyuik .
 Malantai sabalun lapuak .
 Ingek-ingek sabalun kanai .
· Sio-sio nagari alah .
 Sio-sio utang tumbuah .
· Siang dicaliak-caliak .
 Malam didanga-danga .

4.9       Elemen berani kerana benar menjelaskan kesimambungan Islam mengajarkan kita untuk mengamalkan “‘amar ma’ruf, nahi munkar” yang artinya menganjurkan orang supaya berbuat baik, dan mencegah orang berbuat kemungkaran.
4.9.1    Menyuruh orang berbuat baik adalah mudah. Tapi melarang orang berbuat mungkar, adalah berisiko tinggi kerana untuk bertindak menghadang kemungkaran memerlukan keberanian.
4.9.2    Adat Minang dengan tegas menyatakan bahawa orang Minang harus punya keberanian untuk menegakkan kebenaran. Berani karena benar. Pepatahnya adalah seperti:
Kok dianjak urang pasupadan Kalau dipindahkan orang pematang
Kok dialiah urang kato pusako .
Kok dirubah urang Kato Daulu
Jan cameh nyawo malayang
Jan takuik darah taserak
Asakan lai dalam kabanaran
Basilang tombak dalam parang
 Sabalun aja bapantang mati
Baribu sabab mananti
Namun mati hanyo sakali
Aso hilang duo tabilang
 Bapantang suruik di jalan
Asa lai angok-angok ikan
Asa lai jiwo-jiwo sipatuang
Namun nan bana disabuik juo
 Sekali kato rang lalu
Anggap angin lalu sajo
Duo kali kato rang lalu
Anggap garah samo gadang
Tigo kali kato rang lalu
Jan takuik darah taserak
 4.10    Elemen arif bijaksano, tanggap dan sabar menjelaskan bahawa orang yang arif bijaksana, adalah orang yang dapat memahami pandangan orang lain. Dapat mengerti apa yang tersurat dan yang tersirat. Tanggap bermakna mampu menangkis setiap bahaya yang bakal datang. Sabar bermakna mampu menerima segala cobaan dengan dada yang lapang dan mampu mencarikan jalan keluar dengan pikiran yang jernih. Ketiga sifat ini termasuk yang dinilai tinggi dalam adat Minang, seperti kata pepatah berikut :
Tahu dikilek baliuang nan ka kaki .
 Kilek camin nan ka muka .
Tahu jo gabak diulu tando ka ujan
Cewang di langik tando ka paneh
Ingek di rantiang ka mancucuak
Tahu didahan ka maimpok
Tahu diunak kamanyangkuik
Pandai maminteh sabalun anyuik
 4.10.1 Adat Minang menggambarkan orang-orang yang arif bijaksana dan tanggap terhadap masalah yang akan dihadapi. Orang-orang yang sabar diibaratkan oleh pepatah sebagai:
Gunuang biaso timbunan kabuik
Lurah biaso timbunan aia
Lakuak biaso timbunan sarok
Lauik biaso timbunan ombak
Nan hitam tahan tapo
Nan putiah tahan sasah
Di sasah bahabih aia
Dikikih bahabih basi
 4.11    Elemen rajin menjelaskan sifat yang lain yang perlu diamalkan oleh orang Minang. Menurut adat, rajin diperjelaskan seperti kata pepatah berikut ini :
 Kok duduak marawuik ranjau
 Tagak maninjau jarah
Nak kayo kuek mancari)
 Nak pandai kuek baraja
 4.12    Elemen merendah hati (diri) menjelaskan bahawa keadah hidup perantau. Adat Minang memberi pedoman ini sebagai:
Kok manyauak di hilie-hilie .
Kok mangecek dibawah-bawah
Tibo dikandang kambiang mangembek
Tibo dikandang kabau manguak
Dimano langik dijunjuang
Disinan bumi dipijak
Disitu rantiang di patah
4.12.1  Ini bererti sebagai perantau yang hidup dalam lingkungan budaya lain, maka kita sebagai kelompok yang minoritas harus tahu diri dan pandai menempatkan diri. Baris pertama di atas tidak bererti kita harus merasa rendah diri, tetapi memahami bahawa kita orang yang tahu diri sebagai pendatang.
4.12.2  Bila dalam beberapa saat kita bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, malah bisa jadi orang teladan dan tokoh masyarakat dilingkungan baru. Pada saat itu dia tidak perlu lagi “manyauak di hilie-hilie” malah mungkin menjadi “disauakkan dihulu-hulu”, didahulukan selangkah, ditinggikan seranting, diangkat menjadi pemimpin bagaikan penghulu dilingkungannya.
5.0       KESIMPULAN:
5.1       Bahasa itu dilahirkan oleh sesuatu masyarakat penggunanya dan pengguna bahasa itu membawa bahasanya ke mana pun ia pergi. Dua pandangan yang dikemukakan. Pandangan yang pertama menyatakan bahawa bangsa Melayu berasal dari utara (Asia Tengah) dan pandangan yang kedua menyatakan bahawa bangsa Melayu memang sudah sedia ada di Kepulauan Melayu atau Nusantara ini.
5.2       Melayu adalah nama suatu bangsa dan bahasa terutama di Semenanjung Malaysia yang  membahagikan pengertian Melayu kepada dua makna iaitu pertama, orang Melayu adalah bumiputera di sekitar Semenanjung Tanah Melayu dan Sumatera. Makna kedua pula orang Melayu adalah penduduk asal kepulauan Melayu, Farmosa, Filipina dan beberapa puak yang mendiami wilayah Indo-China. Bangsa Melayu adalah satu keluarga bangsa yang mempunyai satu keluarga bahasa yang sama; bentuk fizikal tubuh badan yang hampir sama, berkulit sawo matang, rambut halus, mempunyai ketinggian sederhana; dan penduduk asli di satu kawasan yang sangat besar .
6.0       RUJUKAN
Amat Juhari Moain. 1996. Perancangan Bahasa: Sejarah Aksara Jawi. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka.

Coedes, G. 1964. Sejarah Campa, dari Awal Sampai Tahun 1471. Dlm. Abdul Rahman
Al-Ahmadi. 1988. Alam Melayu: sejarah dan kebudayaan Campa. Kuala Lumpur:
Kementerian Kebudayaan dan Pelancongan Malaysia.

Ismail Hussein. 1981. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Kebangsaan Kita. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka.

Liang Liji. 1996. Hubungan Empayar Melaka-Dinasti Ming Abad ke-15. Bangi: Penerbit
Universiti Kebangsaan Malaysia.

Nik Hassan Shuhaimi bin Nik Abd. Rahman. 1998. Menyusuli Asal-Usul Orang Melayu:
dari Perspektif Arkeologi Semenanjung Malaysia. Dlm. Nik Hassan Shuhaimi Nik
Abd Rahman, Mohd bin Samsudin, dan Kamaruzaman Yusoff (Pyt.).1998. Sejarah
dan proses pemantapan negara-bangsa. Prosiding Kongres Sejarah Malaysia
Kedua. Jilid II. Kuala Lumpur: Persatuan Sejarah Malaysia: 641-658.

Othman Yatim & Halim Nasir. 1990. Epigrafi Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Sejarah Melayu (Sulalatus Salatin). A. Samad Ahmad. 1979. Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan